VLOBS.COM – Aplikasi sosial media yang populer saat ini digunakan di Indonesia adalah Tiktok dan Instagram, dengan jumlah pengguna mencapai ratusan juta kedua platform ini saling adu fitur untuk memanjakan penggunanya. Lalu siapakah pengguna terbanyak antara kedua aplikasi ini? berikut penjelasan berdasarkan data yang kami himpun.
Tiktok vs Instagram siapa lebih banyak penggunanya?
Sebelum menyimpulkan apakah benar bahwa penggunaan TikTok mengalahkan pengguna Instagram atau bahkan pengguna instagram mengalahkan Tiktok di Indonesia, kita harus melihat data-data terkini.
Statistik TikTok

- Menurut laporan dari Statista, jumlah pengguna TikTok di Indonesia mencapai 157,6 juta per Juli 2024. Dengan angka tersebut, Indonesia diklaim sebagai negara dengan pengguna TikTok terbanyak di dunia. Data ini di dapat dari Tekno Kompas 25 oktober 2024 lalu.
- Laporan lain menyebut bahwa pada awal 2025, jumlah pengguna TikTok usia 18+ di Indonesia adalah sekitar 108 juta. Laporan ini berdasarkan dari Theglobalstatistics.
- Data menunjukkan juga bahwa rata-rata waktu yang dihabiskan pengguna Indonesia di TikTok termasuk sangat besar: misalnya 38 jam 26 menit per bulan pada 2024.
Statistik Instagram

- Untuk Instagram, salah satu sumber menyebut bahwa pada awal 2025 jumlah pengguna di Indonesia mencapai sekitar 103 juta. Data ini berdasarkan laporan dari https://www.theglobalstatistics.com/indonesia-instagram-users-statistics/
- Pada Sumber yang sama menunjukkan penetrasi Instagram di Indonesia (proporsi pengguna internet yang memakai Instagram) adalah ~47,8 % untuk usia 18+ pada 2025.
- Namun, ada juga laporan bahwa Instagram masih memiliki basis pengguna yang besar dan merupakan salah satu platform favorit di Indonesia.
Perbandingan Data
Jika kita membandingkan angka: TikTok ~157,6 juta (2024) vs Instagram ~103 juta (2025) — maka secara absolut, berdasarkan data tersebut, memang TikTok tampak memiliki jumlah pengguna yang lebih besar di Indonesia.
Namun, kita juga harus berhati-hati: angka-angka ini bisa berasal dari sumber yang berbeda, dengan definisi “pengguna” yang berbeda (misalnya “pengguna aktif bulanan”, “jangkauan iklan”, “usia 18+”, dll).
Jadi pernyataan “pengguna TikTok di Indonesia mengalahkan jumlah pengguna Instagram” bisa dibenarkan bila kita merujuk pada data yang menunjukkan angka TikTok lebih besar (157,6 juta vs ~103 juta). Namun, tetap ada catatan soal definisi dan cakupan data.
Baca juga: 10 Aplikasi Gratis Untuk Analisa Website
Faktor-faktor yang membuat TikTok berkembang pesat di Indonesia
Mengapa TikTok bisa “menyalip” Instagram (atau setidak-nya menunjukkan pertumbuhan yang sangat kuat) di Indonesia? Berikut adalah beberapa elemen penyebab yang layak diperhatikan.
Format konten yang sesuai
TikTok hadir dengan format video pendek yang sangat cepat, mudah dikonsumsi, dan sangat cocok dengan waktu senggang pengguna—baik di transportasi, saat menunggu, maupun di sela aktivitas sehari-hari.
Indonesia sendiri memiliki penetrasi smartphone dan akses internet yang semakin luas.
Di sisi lain, Instagram awalnya lebih berfokus pada foto, kemudian Stories dan Reels; meskipun Instagram sudah mengadaptasi fitur video pendek, TikTok sejak awal dikenal sebagai “king of short video”.
Algoritma dan virilisasi
Salah satu keunggulan TikTok adalah algoritma yang memungkinkan konten menjadi viral dengan cepat, bahkan bagi akun yang relatif baru. Efek viralisasi ini mendorong sisi “terlibat dan berbagi” yang kuat.
Di Indonesia, budaya berbagi, tantangan/trend sosial, dan adaptasi cepat terhadap meme/video pendek menjadi salah satu pemicu.
Penetrasi generasi muda
Data menunjukkan bahwa generasi muda (Gen Z dan milenial) di Indonesia memiliki kecenderungan kuat ke TikTok: misalnya survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut untuk Gen Z: 42,27% memakai TikTok, sementara Instagram ada di angka ~25,33%. Data ini di peroleh dari https://theleap.id/detail/2520/apjii-survey-tiktok-leads-indonesian-social-media-usage-with-35-17-access-rate
Hal ini menunjukkan TikTok berhasil menancapkan dirinya sebagai bagian dari gaya hidup digital generasi muda.
Baca juga: Bisnis Online Dari Rumah Untuk Pemula – Panduan Praktis!
Ekosistem kreator, influencer, dan bisnis
TikTok juga berkembang menjadi platform bukan hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk produksi konten oleh kreator lokal: banyak pengguna muda menjadi “content creator”, dan banyak brand yang memanfaatkan TikTok untuk kampanye marketing.
Selain itu, TikTok di Indonesia mulai menjadi platform e-commerce/social commerce (meskipun ada regulasi) yang semakin menarik baik pengguna maupun pelaku bisnis.
Faktor lokal dan kultur
Indonesia memiliki karakteristik khusus: populasi muda besar, penggunaan mobile internet tinggi, budaya visual/social yang kuat, serta adaptasi cepat terhadap tren digital. Semua ini menjadi “lahan subur” bagi pertumbuhan TikTok.
Selain itu, smartphone makin murah, paket data makin terjangkau, sehingga hambatan teknis untuk mengonsumsi video pendek semakin rendah.
Kenapa Instagram masih tetap relevan (meskipun “terdesak”)
Meskipun kita mengatakan TikTok “mengalahkan” Instagram dari sisi jumlah pengguna dalam beberapa data, bukan berarti Instagram hilang atau menjadi tidak penting. Berikut alasan kenapa Instagram tetap memiliki posisi signifikan:
1. Basis pengguna yang besar dan mapan
Instagram telah lama menjadi platform utama untuk berbagi foto, cerita kehidupan, branding personal, dan komunitas. Basis pengguna yang besar memberi modal kuat untuk tetap relevan.
Menurut The Global Statistics bahwa Instagram masih memiliki jutaan pengguna di Indonesia (~103 juta) pada awal 2025.
2. Ekosistem brand, influencer dan visual yang mendalam
Instagram sangat disukai oleh brand, bisnis, influencer, karena sifat platform yang sangat cocok untuk visual storytelling, memajang produk, lifestyle, dan tetap memiliki fitur-fitur seperti Stories, IGTV, Reels.
Blog atau website digital marketing menyebut bahwa Instagram masih layak digunakan sebagai platform untuk content creator.
3. Adaptasi format baru
Instagram tidak diam saja; mereka merespons tren dengan meluncurkan Reels (video pendek ala TikTok), memperkuat storytelling visual lewat Stories, dan memperkuat fitur belanja (shopping) di dalam aplikasi. Dengan demikian, Instagram mencoba menyesuaikan diri terhadap shifting ke video pendek.
4. Demografi dan segmentasi
Instagram mungkin lebih populer di demografi tertentu—misalnya milenial, pengguna yang lebih “lifestyle”, brand-driven, atau pengguna yang ingin membangun identitas digital “terkurasi”.
Sedangkan TikTok bisa jadi lebih dominan di segmen yang lebih muda atau yang mencari hiburan cepat/viral.
Baca juga: Waspadai Modus Penipuan WhatsApp yang Semakin Canggih di 2025
Dampak dari “TikTok mengalahkan Instagram” bagi berbagai pihak
Fenomena bahwa TikTok tumbuh sangat cepat dan mungkin menyalip Instagram (dalam beberapa metrik) memiliki berbagai implikasi — bagi pengguna individu, kreator, bisnis, dan ekosistem digital di Indonesia.
1. Bagi pengguna individu
- Perubahan gaya konsumsi konten: Pengguna semakin banyak menonton video pendek yang mudah dicerna, sehingga durasi perhatian (attention span) mungkin makin pendek.
- Ekspektasi interaksi berbeda: Platform seperti TikTok menawarkan algoritma yang cepat menampilkan konten yang paling relevan, trending, viral. Pengguna bisa menjadi “kreator/penonton” lebih fleksibel.
- Eksposur budaya/trend lokal lebih cepat: Karena TikTok sangat cepat dalam menyebarkan trend, tantangan, meme, lagu viral — fenomena sosial jadi sangat cepat berkembang di antara pengguna muda.
2. Bagi kreator & influencer
- Peluang baru: Kreator konten yang ingin memperluas audiens mereka harus mempertimbangkan TikTok sebagai platform utama, karena potensi jangkauan besar dan algoritma yang memberdayakan akun baru.
- Persaingan yang lebih ketat: Dengan banyak pengguna dan banyak kreator, maka persaingan untuk mendapatkan perhatian, viralitas, serta monetisasi (misalnya endorsement, live streaming, TikTok Shop) juga semakin intens.
- Strategi konten berubah: Format video pendek, cepat, engaging, audio-visual kuat menjadi lebih penting. Kreator yang terbiasa dengan foto/karoussel di Instagram harus mungkin menyesuaikan gaya ke video.
3. Bagi bisnis & brand
- Alokasi anggaran marketing bergeser: Brand mulai mempertimbangkan TikTok sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka di Indonesia karena potensi jangkauan yang besar dan engagement tinggi.
- Konten yang dibutuhkan berbeda: Iklan atau kampanye di TikTok lebih membutuhkan pendekatan “natural/organik”, trend-setting, storytelling singkat yang kuat; berbeda dengan konten Instagram yang bisa lebih “tertata”.
- Sosial commerce dan e-commerce: TikTok yang menggabungkan entertainment + e-commerce (meski regulasi di Indonesia beberapa saat dibatasi) membuka ruang baru untuk penjualan langsung melalui konten viral. Ini mengubah cara brand/retailer menghadapi platform digital.
4. Bagi ekosistem media sosial dan platform
- Perubahan lanskap dominasi platform: Instagram yang dulu “raja” di ranah visual mungkin harus berbagi atau bahkan terdesak oleh TikTok di ranah video/hiburan. Ini memaksa platform-lain untuk berinovasi (misalnya Instagram dengan Reels).
- Efek jaringan & data: Platform dengan pengguna lebih banyak punya keunggulan dalam hal data, algoritma personalisasi, dan potensi monetisasi. Dengan TikTok yang melesat, jaringan dan efek-nya jadi lebih besar.
- Pertumbuhan dan regulasi: Dengan pertumbuhan yang sangat cepat, platform seperti TikTok juga menghadapi pengawasan regulasi lebih ketat—soal data pengguna, monetisasi, konten yang viral dan efek sosialnya.
Apakah benar “mengalahkan” secara mutlak? Serta catatan penting
Meskipun banyak data menunjukkan TikTok sangat cepat tumbuh dan mungkin mendahului Instagram dalam beberapa metrik di Indonesia, kita perlu menambahkan catatan-penting agar anda tidak terjebak simplifikasi.
1. Definisi “mengalahkan”
“Mengalahkan jumlah pengguna” bisa berarti banyak hal: jumlah akun terdaftar, pengguna aktif bulanan, jangkauan iklan (ad reach), rata-rata waktu yang dihabiskan, penetrasi demografis, dll. Jika kita mengambil salah satu metrik saja, bisa berbeda hasilnya dengan metrik lainnya.
2. Variasi data dan metode pengukuran
- Menurut Tekno Kompas Beberapa laporan menyebut 157,6 juta pengguna TikTok di Indonesia (Statista, Juli 2024).
- Namun ada yang menyebut pengguna usia 18+ TikTok sekitar 108 juta pada awal 2025.
- Untuk Instagram, satu laporan menyebut ~103 juta pengguna (awal 2025) di Indonesia. The Global Statistics
- Ada juga sumber yang menyebut penetrasi Instagram di usia 16-64 adalah ~85,3% di suatu titik waktu.
Karena metodologi berbeda (usia, definisi “aktif”, periode data, “advertising reach” vs “pengguna aktif”), maka hasil perbandingan tidak selalu apples-to-apples.
3. Waktu dan tren yang terus berubah
Pertumbuhan cepat berarti bahwa angka hari ini bisa berbeda besok. Platform bisa tumbuh atau stagnan; pengguna bisa berpindah; algoritma bisa berubah; regulasi bisa mengubah. Jadi pernyataan bahwa “TikTok sudah mengalahkan Instagram” bisa valid pada waktu tertentu dan dalam kondisi metrik tertentu tetapi tidak berarti mutlak selamanya.
4. Segmentasi demografis dan tujuan penggunaan yang berbeda
Instagram dan TikTok mungkin memiliki basis pengguna yang berbeda dalam hal demografi, tujuan penggunaan, dan perilaku. Misalnya:
- Instagram mungkin lebih banyak digunakan untuk branding, lifestyle, komunitas visual.
- TikTok lebih banyak untuk hiburan cepat, video viral, generasi muda.
Dengan demikian, meskipun jumlah pengguna TikTok lebih besar, Instagram tetap punya ruang spesifik yang berbeda.
Implikasi ke depan dan yang harus diperhatikan bagi anda
Dengan memahami fenomena ini, ada beberapa poin yang baik untuk diperhatikan — terutama jika anda berkecimpung dalam dunia digital, konten, marketing, atau sekadar pengguna aktif media sosial.
1. Untuk content creator / influencer
- Jika anda ingin memperluas jangkauan, jangan hanya fokus di Instagram — memperhitungkan TikTok sebagai platform utama sangat bijaksana.
- Kenali format konten yang berbeda: video pendek, narasi cepat, visual kuat di TikTok; sementara di Instagram masih bisa gunakan foto, stories, Reels, tetapi mungkin dengan pendekatan yang lebih “tertata”.
- Manfaatkan fitur-fitur TikTok: misalnya trend, challenge, audio viral, dan cepat respons terhadap perubahan algoritma/tren.
2. Untuk bisnis/brand yang ingin memasuki pasar Indonesia
- Alokasikan anggaran pemasaran digital tidak hanya ke Instagram, tetapi juga ke TikTok — karena potensi jangkauan dan engagement TikTok sangat besar.
- Buat strategi konten yang disesuaikan: konten TikTok bisa lebih spontan / trend-oriented; konten Instagram bisa lebih brand-haul, estetika, storytelling panjang.
- Pantau metrik: jangkauan, waktu tonton, keterlibatan (engagement), dan pastikan target demografi anda tepat.
- Jangan abaikan bahwa platform bisa berubah: regulasi, algoritma, dan pengguna bisa bergeser—sehingga fleksibilitas sangat penting.
3. Untuk pengguna masyarakat umum
- Sadari bahwa penggunaan media sosial yang sangat tinggi, khususnya di TikTok, juga membawa dampak: misalnya tersedotnya waktu, pengaruh tren viral, serta eksposur konten yang cepat tersebar (baik positif maupun negatif).
- Penting untuk menggunakan media sosial dengan bijak — menyaring konten, menetapkan batas waktu penggunaan, dan memanfaatkan platform sebagai alat produktif—bukan hanya konsumsi pasif.
- Untuk pendidikan digital: generasi muda perlu literasi media sosial supaya bisa menghasilkan konten positif, tidak mudah terpengaruh hoaks atau tren negatif.
4. Potensi risiko dan tantangan
- Dengan jumlah pengguna besar, TikTok juga menghadapi tantangan besar: regulasi pemerintah, keamanan data pengguna, konten yang viral kontroversial, serta tekanan bisnis untuk monetisasi.
- Instagram juga menghadapi proses adaptasi: agar tidak ditinggalkan oleh pengguna muda, mereka harus terus berinovasi.
- Umur “trendi” suatu platform bisa terbatas: platform baru bisa muncul, pengguna bisa berpindah, sehingga bergantung terlalu lama pada satu platform bisa berisiko.
Ringkasan dan refleksi
Untuk menyimpulkan secara reflektif (penggunaan bisa sangat dinamis):
- Ya — data menunjukkan bahwa dalam beberapa metrik, pengguna TikTok di Indonesia lebih banyak atau pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan Instagram.
- Tapi “mengalahkan” bukan berarti Instagram tidak penting lagi — Instagram masih punya pengguna besar, relevansi yang kuat, dan segmen pasarnya sendiri.
- Tren ini menunjukkan bahwa lanskap media sosial di Indonesia sangat dinamis — generasi muda, teknologi, budaya digital, dan ekonomi kreatif semuanya mempercepat perubahan.
- Bagi siapa pun yang berada di ranah konten digital, bisnis online, atau hanya sebagai pengguna aktif, penting untuk memahami perubahan ini: bukan hanya “berapa banyak pengguna”, tetapi juga “apa yang mereka lakukan”, “mengapa mereka memilih”, dan “bagaimana kita atau anda bisa memanfaatkannya”.
Anda lebih pilih menggunakan yang mana? (ifan/vlobs.com)












